Archive for 2011

IBN MISKAWAIH


.

1. Riwayat Hidup Ibn Miskawaih

Nama Lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M di Rayy dan meninggal di Istafhan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/16 Februari 1030 M, Ibnu Miskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah (320-450 H/932-1062 M) yang besar pemukanya bermazhab Syi’ah, Dia berdarah Persi yang hidup tumbuh dan berkembang tengah-tengah masyarakat elite Arab. Memang orang Persi pada masa mula perkembangan Islam banyak yang menjadi pejabat pemerintahan Arab Islam. Diantaranya adalah Abu Muhammad Abdullah ibnu Maqaffa' wafat tahun 142 H. Orang Arab dalam menyelenggarakan pemerintahan mengangkat orang-orang Persi yang memang mereka pilih tanding dalam intelektual, penguasaan bahasa, hikmah dan sejarah. Ibnu Miskawaihi salah seorang intelektual mereka, pakar dalam ilmu sejarah.
Ibn Miskawaih Pertama kali bekerja pada wazir Al-Mahallabi ibn Abi Shafrah tahun 348 H, sebagai sekretarisnya. Setelah wazir ini wafat dia kembali ke Ray dan bekerja menjadi kepala perpustakaan wazir Ibnu Amid. Setelah wazir ini wafat tahun 360 H, dia terus bekerja dengan puteranya sampai fitnah menimpanya dan akhirnya masuk penjara pada tahun 366 H. Sesudah itu dia bekerja lagi di perpustakaan Adludullah ibn Buwaihi. Disinilah dia mendapatkan ketentraman dan kenyaman dalam kehidupannya setelah kejadian pemitnahan tersebut.
Latar belakang pendidikannya tidak diketahui secara rinci, sebagian antara lain terkenal memepelajari sejarah dari Abu Bakar Ahmad Ibn Kamil al-Qadhi, mempelajari filsafat dari Ibn al-Akhmar dan mempelajari kimia dari Abi Thayyib.
Dalam bidang pekerjaan tercatat bahwa pekerjaan utama Ibn Miskawaih adalah bendaharawan, sekretaris, pustakawan, dan pendidik anak para pemuka dinasti Buwaihiyyah. Selanjutnya, Ibnu Misakawaih juga dikenal sebagai dokter, penyair dan ahli bahasa. Keahlian Ibnu Miskawaih dibuktikan dengan karya tulisnya berupa buku dan artikel.

2. Ibnu Miskawaih Sang Filsuf Etika Muslim

Ibnu Maskawaih memperhatikan pula proses pendidikan akhlaq pada anak, yang menurutnya kejiwaan anak-anak merupakan mata rantai dari jiwa kebinatangan dan jiwa manusia yang berakal, namun jiwa anak-anak menghilangkan jiwa binatang tersebut dan memunculkan jiwa kemanusiaannnya. Jiwa manusia pada anak-anak mengalami proses perkembangan. Sementara itu syarat utama kehidupan anak-anak adalah syarat kejiawaan dan syarat sosial. Sementara nilai-nilai keutamaan yang harus menjadi perhatian ialah pada aspek jasmani dan ruhani. Dan beliau pun mengharuskan keutamaan pergaulan anak-anak pada sesamanya mestilah ditanamkan sifat kejujuran, qonaah, pemurah, suka mengalah, mngutamakan kepentingan orang lain, rasa wajib taat, menghormati kedua orang tua.
Ibnu Maskawaih membedakan antara al-Khair (kebaikan), dan as-sa’adah (kebahagiaan). Beliau mengambil alih konsep kebaikan mutlak dari Aristoteles, yang akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan sejati. Menurutnya kebahagiaan tertinggi adalah kebijaksanaan yang menghimpun dua aspek; aspek teoritis yang bersumber pada selalu berfikir pada hakekat wujud dan aspek praktis yang berupa keutamaan jiwa yang melahirkan perbuatan baik. Dalam menempuh perjalananannya meraih kebahagiaan tertinggi tersebut manusia hendaklah selalu berpegangan pada nilai-nilai syariat, sebagai petunjuk jalan mereka.
Pendapat ibnu Maskawaih mengenai jiwa, terdiri atas 3 tingkatan annafsun baimiyah (nafsu kebinatangan), annafsun sabu’iyah (nafsu binatang buas), dan annafsun nathiyah (jiwa yang cerdas). Mengenai filsafat etika nya ibnu Maskawaih memiliki berbagai pernyataan: menurutnya setiap manusia memiliki potensi asal yang baik dan tidak akan berubah menjadi jahat, begitu pula manusia yang memiliki potensi asal jahat sama sekali tidak akan cenderung kepada kebajikan, adapun mereka yang yang bukan berasal dari keduanya maka golongan ini dapat beralih pada kebajikan atau kejahatan, tergantung dengan pola pendidikan,pengajaran dan pergaulan.
Ibnu Maskawaih membedakan antara kebajikan dengan perasaan beruntung, menurutnya kebajikan adalah yang dituju oleh seseorang dengan perasaan gembira. Kebajikan memiliki dasar yakni perasaan cinta yang harus dimiliki seseorang terhadap manusia seluruhnya. Manusia tidak akan mencapai kesempurnaannya kecuali dengan kebersamaan. Ibnu Maskawaih menyatakan bahwa apabila agama dipelajari sungguh-sungguh maka sesungguhnya ia merupakan mazhab akhlaq yang berdasarkan cinta manusia dengan sesamanya, dan agama merupakan suatu latihan akhlaq jiwa manusia.

3. Konsep Pendidikan Ibn Miskawaih

Pemikiran pendidikan Ibnu Miskawaih tidak dapat dilepaskan dari konsepnya tentang manusia dan akhlak. Untuk kedua ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Dasar Pemikiran Ibnu Miskawaih.

a)konsep manusia

Ibn Miskawaih memandang manusia adalah makhluk yang memiliki keistimewaan karena dalam kenyataannya manusia memiliki daya pikir dan manusia juga sebagai mahkluk yang memiliki macam-macam daya dan penciptaan yang tertinggi adalah akal sedangkan yang terendah adalah materi. Akal dan jiwa merupakan sebab adanya alam materi (bumi), sedangkan bumi merupakan sebab adanya tubuh manusia. Pada diri manusia terdapat jiwa berfikir yang hakikatnya adalah akal yang berasal dari pancaran Tuhan. Dalam diri manusia terdapat tiga daya jiwa yaitu:
1. Daya bernafsu (an-nafs al-bahimiyyat) sebagai daya terendah.
2. Daya berani (an-nafs as-sabu’iyyat) sebagai daya pertengahan.
3. Daya berpikir (an-nafs an-nathiqat ) sebagai daya tertinggi.
Kekuatan berfikir manusia itu dapat menyebabkan hal positif dan selalu mengarah kepada kebaikan, tetapi tidak dengan kekuatan berpikir binatang. Jiwa manusia memiliki kekuatan yang bertingkat-tingkat:
1. Al-Nafs al-Bahimmiyyah adalah jiwa yang selalu mengarah kepada kejahatan atau keburukan.
2. Al-Nafs al-Sabu’iyyah adalah jiwa yang mengarah kepada keburukan dan sesekali mengarah kepada kebaikan.
3. Al-Nafs al-Nathiqah adalah jiwa yang selalu mengarah kepada kebaikan..
Ketiga daya ini merupakan daya menusia yang asal kejadiannya berbeda. Unsur rohani berupa bernafsu (An-Nafs Al-Bahimmiyyat) dan berani (al-Nafs as-sabu’iyyat) berasal dari unsur materi sedangkan berpikir (an-nafs an-nathiqat) berasal dari Ruh Tuhan karena itu Ibn Miskawaih berpendapat bahwa kedua an-nafs yang berasal dari materi akan hancur bersama hancurnya badan dan an-nafs an-nathiqat tidak akan mengalami kehancuran.
Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa hubungan jiwa al-Bahimmiyat/as-syahwiyyat (bernafsu) dan jiwa as-sabu’iyyat/al-ghadabiyyat (berani) dengan jasad pada hakikatnya sama dengan hubungan saling mempengaruhi.

b) konsep akhlak

Pemikiran Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak termasuk salah satu yang mendasari konsepnya dalam bidang pendidikan. Konsep akhlak yang ditawarkannya berdasar pada doktrin jalan tengah (Nadzar al-Aus’ath) yang dirumuskannya.
Ibn Miskawaih secara umum memberi pengertian pertengahan (jalan tengah) tersebut antara lain dengan keseimbangan atau posisi tengah antara dua ekstrim, akan tetapi Ibn Miskawaih cenderung berpendapat bahwa keutamaan akhlak secara umum diartikan sebagai posisi tengah antara ekstrim kelebihan dan ekstrim kekurangan masing-masing jiwa manusia. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa jiwa manusia ada tiga yaitu jiwa bernafsu (al-bahimmiyah), jiwa berani (al-Ghadabiyyah) dan jiwa berpikir (an-nathiqah)
Menurut Ibn Miskawaih posisi tengah jiwa bernafsu (al-bahimmiyah) adalah al-iffah yaitu menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat seperti berzina. Selanjutnya posisi tengah jiwa berani adalah pewira atau keberanian yang diperhitungkan dengan masak untung ruginya. Sedangkan posisi tengah dari jiwa pemikiran adalah kebijaksanaan. Adapun perpaduan dari ketiga posisi tengah tersebut adalah keadilan atau keseimbangan.
Ketiga keutamaan akhlak tersebut merupakan poko atau induk akhlak yang mulia. Akhlak-akhlak mulia lainnya seperti jujur, ikhlas, kasih sayang, hemat, dan sebagainya merupakan cabang dari ketiga induk ahklak tersebut.
Dalam menguraikan sikap tengah dalam bentuk akhlak tersebut, Ibnu Miskawaih tidak membawa satu ayat pun dari al-Qur’an dan tidak pula membawa dalil dari hadits akan tetapi spirit doktrin ajaran tengah ini sejalan dengan ajaran islam. Hal ini karena banyak dijumpai ayat-ayat al-Qur’an yang memberi isyarat untuk itu, seperti tidak boleh boros tetapi juga tidak boleh kikir melainkan harus bersifat diantara kikir dan boros.
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu dalam gerak dinamis mengikuti gerak zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, ekonomi dan lainnya merupakan pemicu bagi gerak zaman. Ukuran akhlak tengah selalu mengalami perubahan menurut perubahan ekstrim kekurangan dan ekstrim kelebihan. Ukuran tingkat kesederhanaan di bidang materi misalnya, pada masyarakat desa dan kota tidak dapat disamakan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa doktrin jalan tengah ternyata tidak hanya memiliki nuansa dinamis tetapi juga flexibel. Oleh karena itu, doktrin tersebut dapat terus menerus berlaku sesuai dengan tantangan zamannya tanpa menghilangkan pokok keutamaan akhlak.

1. Konsep Pendidikan
Ibnu Miskawaih membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada pendidikan akhlak. Karena dasar pendidikan Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak, maka konsep pendidikan yang dibangunnya pun adalah pendidikan akhlak. Konsep pendidikan akhlak dari Ibn Miskawaih dikemukakan sebagai berikut:

a)Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih adalah terwujudnya sikap bathin yang mampu mendorong serta spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati.

b)Fungsi Pendidikan

 Memanusiakan manusia
 Sosialisasi individu manusia
 Menanamkan rasa malu

c)Materi Pendidikan Ahlak

Pada materi pendidikan Ibn Miskawaih ditujukan agar semua sisi kemanusiaan mendapatkan materi didikan yang memberi jalan bagi tercapainya tujuan pendidikan. Materi-materi yang dimaksud diabdikan pula sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Ibnu Miskawaih menyebutkan tiga hal yang dapat dipahami sebagai materi pendidikan akhlaknya yaitu:
 Hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia
 Hal-hal yang wajib bagi jiwa
 Hal-hal yang wajib bagi hubungannya

Materi pendidikan akhlak yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia antara lain shalat, puasa dan sa’i. selanjutnya materi pendidikan ahklak yang wajib dipelajari bagi kebutuhan jiwa dicontohkan oleh Ibn Miskawaih dengan pembahasan akidah yang benar, mengesakan Allah dengan segala kebesaran-Nya serta motivasi senang kepada ilmu dan materi yang terkait dengan keperluan manusia dengan manusia dicontohkan dengan materi ilmu Muammalat, perkawinan, saling menasehati, dan lain sebagainya.
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih memang terlihat mengarah kepada terciptanya manusia agar sebagai filosuf. Karena itu Ibn Miskawaih memberikan uraian tentang sejumlah ilmu yang dapat di pelajari agar menjadi seorang filosuf. Ilmu tersebut ialah:

 Matematika
 Logika dan
 Ilmu kealaman

Jadi, jika dianalisa dengan secara seksama, bahwa berbagai ilmu pendidikan yang diajarkan Ibn Miskawaih dalam kegiatan pendidikan seharusnya tidak diajarkan semata-mata karena ilmu itu sendiri atau tujuan akademik tetapi kepada tujuan yang lebih pokok yaitu akhlak yang mulia. Dengan kata lain setiap ilmu membawa misi akhlak yang mulia dan bukan semata-mata ilmu. Semakin banyak dan tinggi ilmu seseorang maka akan semakin tinggi pula akhlaknya.

d)Pendidikan dan anak didik

Pendidik dan anak didik mendapat perhatian khusus dari Ibn Miskawaih. Menurutnya, orang tua tetap merupakan pendidik yang pertama bagi anak-anaknya karena peran yang demikian besar dari orang tua dalam kegiatan pendidikan, maka perlu adanya hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak yang didasarkan pada cinta kasih. Kecintaan anak didik terhadap gurunya menurut Ibn Miskawaih disamakan kedudukannya dengan kecintaan hamba kepada Tuhannya, akan tetapi karena tidak ada yang sanggup melakukannya maka Ibn Miskawaih mendudukan cinta murid terhadap gurunya berada diantara kecintaan terhadap orang tua dan kecintaan terhadap Tuhan.
Seorang guru menurut Ibn Miskawaih dianggap lebih berperan dalam mendidik kejiwaan muridnya dalam mencapai kejiwaan sejati. Guru sebagai orang yang dimuliakan dan kebaikan yang diberikannya adalah kebaikan illahi. Dengan demikian bahwa guru yang tidak mencapai derajat nabi, terutama dalam hal cinta kasih anak didik terhadap pendidiknya, dinilai sama dengan seorang teman atau saudara, karena dari mereka itu dapat juga diproleh ilmu dan adab.
Cinta murid terhadap guru biasa masih menempati posisi lebih tinggi daripada cinta anak terhadap orang tua, akan tetapi tidak mencapai cinta murid terhadap guru idealnya. Jadi posisi guru dapat juga diproleh ilmu dan adab.
Adapun yang dimaksud guru biasa oleh Ibn Miskawaih adalah bukan dalam arti guru formal karena jabatan, tetapi guru biasa memiliki berbagai persyaratan antara lain: bisa dipercaya, pandai, dicintai, sejarah hidupnya tidak tercemar di masyarakat, dan menjadi cermin atau panutan, dan bahkan harus lebih mulia dari orang yang dididiknya.
Perlu hubungan cinta kasih antara guru dan murid dipandang demikian penting, karena terkait dengan keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar yang didasarkan atas cinta kasih antara guru dan murid dapat memberi dampak positif bagi keberhasilan pendidikan.

e)Lingkungan pendidikan

Ibn Miskawaih berpendapat bahwa usaha mencapai kebahagiaan (as-sa’adah) tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus berusaha atas dasar saling menolong dan saling melengkapi dan Ibnu Miskawaih juga berpendapat bahwa sebagai makhluk sosial, manusia kondisi yang baik dari luar dirinya. Selanjutnya ia menyatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang berbuat baik terhadap keluarga dan orang-orang yang masih ada kaitannya dengannya mulai dari saudara, anak, atau orang yang masih ada hubungannya dengan saudara atau anak, kerabat, keturunan, rekan, tetangga, kawan atau kekasih.
Selanjutnya Ibn Miskawaih berpendapat bahwa salah satu tabiat manusia adalah memelihara diri karena itu manusia selalu berusaha untuk memperolehnya bersama dengan makhluk sejenisnya. Diantara cara untuk mencapainya adalah dengan sering bertemu. Manfaat dari hasil pertemuan diantaranya adalah akan memperkuat akidah yang benar dan kestabilan cinta kasih sesamanya. Upaya untuk ini, antara lain dengan melaksanakan kewajiban syari’at. Shalat berjama’ah menurut Ibn Miskawaih merupakan isyarat bagi adanya kewajiban untuk saling bertemu, sekurang-kurang satu minggu sekali. Pertemuan ini bukan saja dengan orang-orang yang berada dalam lingkungan terdekat tetapi sampai tingkat yang paling jauh.
Untuk mencapai keadaan lingkungan yang demikian itu, menurut Ibn Miskawaih terkait dengan politik pemerintahan. Kepala Negara berikut aparatnya mempunyai kewajiban untuk menciptakannya.
Karena itu, Ibn Miskawaih berpendapat bahwa agama dan negara ibarat dua saudara yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya saling menyempurnakan.
Lingkungan pendidikan selama ini dikenal ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ibn Miskawaih secara eksplisit tidak membicarakan ketiga masalah lingkungan tersebut. Ibnu Muskawaih membicarakan lingkungan pendidikan dengan cara bersifat umum, mulai dari lingkungan sekolah yang menyangkut hubungan guru dan murid, lingkungan pemerintah sampai lingkungan rumah tangga yang meliputi hubungan orang tua dengan anak. Lingkungan ini secara akumulatif berpengaruh terhadap terciptanya lingkungan pendidikan.

f)Metodologi Pendidikan

Metodologi Ibn Miskawaih sasarannya adalah perbaikan akhlak, metode ini berkaitan dengan metode pendidikan akhlak. Ibn Miskawaih berpendirian bahwa masalah perbaikan akhlak bukanlah merupakan bawaan atau warisan melainkan bahwa akhlak seorang dapat diusahakan atau menerima perubahan yang diusahakan. Maka usaha-usaha untuk mengubahnya diperlukan adanya cara-cara yang efektif yang selanjutnya dikenal dengan istilah metodologi.
Terdapat beberapa metode yang diajukan Ibn Miskawaih dalam mencapai akhlak yang baik. Pertama, adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus menerus dan menahan diri (al-’adat wa al-jihad) untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa. Metode ini ditemui pula karya etika para filosof lain seperti halnya yang dilakukan Imam Ghazali, Ibn Arabi, dan Ibn Sina. Metode ini termasuk metode yang paling efektif untuk memperoleh keutamaan jiwa. Kedua, dengan menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya.
Adapun pengetahuan dan pengalaman yang dimaksud dengan pernyataan ini adalah pengetahuan dan pengalaman berkenaan dengan hukum-hukum akhlak yang berlaku bagi sebab munculnya kebaikan dan keburukan bagi manusia. Dengan cara ini seorang tidak akan hanyut ke dalam perbuatan yang tidak baik karena ia bercermin kepada perbuatan buruk dan akibatnya yang dialami orang lain. Manakala ia mengukur kejelekan atau keburukan orang lain, ia kemudian mencurigai dirinya bahwa dirinya juga sedikit banyak memiliki kekurangan seperti orang tersebut, lalu menyelidiki dirinya. Dengan demikian, maka setiap malam dan siang ia akan selalu meninjau kembali semua perbuatannya sehingga tidak satupun perbuatannya terhindar dari perhatiannya.

4. Kesimpulan

Nama Lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M di Rayy dan meninggal di Istafhan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/16 Februari 1030 M, Ibnu Miskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah (320-450 H/932-1062 M) yang besar pemukanya bermazhab Syi’ah.
Pemikiran pendidikan Ibn Miskawaih tidak dapat dilepaskan dari konsepnya tentang manusia dan akhlak. Konsep manusia adalah daya bernafsu (an-nafs al-bahimmiyyat) sebagai daya terendah, daya berani (an-nafs as-sabu’iyyat) sebagai daya pertengahan, daya berpikir (an-nafs an-nathiqat) sebagai daya tertinggi.
Pemikiran Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak termasuk salah satu yang mendasari konsepnya dalam bidang pendidikan. Konsep akhlak yang ditawarkannya berdasar pada doktrin jalan tengah.
Dasar pendidikan Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak, maka konsep pendidikan yang dibangunnya pun adalah pendidikan akhlak. Konsep pendidikan ahklak dari Ibn Miskawaih dikemukakan sebagai berikut:
 Tujuan pendidikan akhlak
 Materi pendidikan akhlak
 Pendidikan dan anak didik
 Lingkungan pendidikan
 Metodologi pendidikan

TEORI-TEORI HUKUM


.

A. LATAR BELAKANG
Sejak zaman Yunani dan Romawi hingga saat ini, masyarakat dihadapkan pada berbagai teori tentang hukum yang lahir pada setiap babak perjalanan sejarah hukum, Pada umumnya, suatu teori hukum tidaklah dapat dilepaskan dari lingkungan zamannya.
Yang berarti bahwa teori-teori tentang hukum tidak ada yang berlaku sepanjang masa. Ada masa gemilang dan ada masa merosot. Masa gemilang dicapai jika kadar unsur-unsur kekuatan (strenghtpoints) jauh melebihi kadar unsur kelemahan (weak points).
Di lain sisi, pada saat kadar weak points meningkat, saat itulah kemerosotan teori yang bersangkutan mulai tampak, dan berangsur-angsur menghilang. Secara tidak kaku (relative) upaya untuk memahami setiap teori tersebut dilakukan melalui klasifikasi para pakar hukum yang mempunyai pemikiran serupa, ke dalam satu aliran atau mazhab tertentu. Di sini kami akan membahas beberapa teori sebagai berikut:
(1)Teori pada zaman Yunani dan Romawi
(2)Teori Alam
(3)Positifisme dan Utilitalisme
(4)Teori Hukum Murni
B. RUMUSAN MASALAH
1. Kapan kemerosotan Teori terjadi?
2.Kapan munculnya teori-teori hukum?
3.Siapa saja ilmuan yang berperan dalam pengembangan teori hukum?
C. MAKSUD DAN TUJUAN
1.Memperdalam wawasan mahasiswa dalam bidang hukum
2.Menelusuri perkembangan teori hukum
3.Menjelaskan pembagian teori menurut para filosof kelasik

D. ARTI DAN FUNGSI TEORI HUKUM
Teori ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan kejadian-kejadian dalam bidang hukum dan mencoba untuk memberikan penilaian. Menurut Radburch tugas dari teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada dasar-dasar filsafat yang paling dalam. Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif. Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum.
Teori hukum dipelajari sudah sejak zaman dahulu, para ahli hukum Yunani maupun Romawi telah membuat pelbagai pemikiran tentang hukum sampai kepada akar-akar filsafatnya. Sebelum abad kesembilan belas, teori hukum merupakan produk sampingan yang terpenting dari filsafat agama, etika atau politik. Para ahli fikir hukum terbesar pada awalnya adalah ahli-ahli filsafat, ahli-ahli agama, ahli-ahli politik. Perubahan terpenting filsafat hukum dari para pakar filsafat atau ahli politik ke filsafat hukum dari para ahli hukum, barulah terjadi pada akhir-akhir ini. Yaitu setelah adanya perkembangan yang hebat dalam penelitian, studi teknik dan penelitian hukum. Teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum.
Sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya. Teori hukum para ahli hukum modern seperti teori hukum para filosof ajaran skolastik, didasarkan atas keyakinan tertinggi yang ilhamnya datang dari luar bidang hukum itu sendiri.Teori-Teori Hukum Pada Zaman Yunani-Romawi
E. TEORI-TEORI YUNANI DAN ROMAWI (KELASIK)
Teori hukum sejak filsuf Ionia hingga Epicurus diwarnai cakrawala religiusitas, baik yang bersumber pada mistis (pra abad ke-6 Seb. M) maupun yang bersumber pada religi Olympus (abad ke-5 sampai abad ke-1 Seb. M). dalam kosmologi era sebelum abad ke-6 Seb. M, ‘yang ilahi’ itu ada dalam alam. Alam sepenuhnya dikuasai oleh kekuatan mistis. karenanya alam dipahami sebagai kekuatan yang mengancam, serba gelap, dan berjalan alamiah. hidup manusia, dengan demikian sepenuhnya tergantung pada nasib. manusia harus tunduk dan rela menerima nasib sesuai aturan alam, yakni lewat seleksi alam.
Masuk abad ke-6 yang berlanjut hingga abad ke-1 Seb. M, kosmologi serba mistis berganti kosmologi religi Olympus. Dalam kosmologi ini, ‘yang ilahi’ itu (telah) ada dalam diri manusia, lewat logos (akal). Logos merupakan akal dewa dewi yang mencerahkan dan menuntun manusia pada pengenalan akan yang ’benar’, ‘baik’, dan ‘patut’. Berkat logos yang mencerahkan itu, dimungkinkan terciptanya suasana keteraturan (nomos). Nomos inilah yang menjadi petunjuk hidup di duian riil. Nomos dapat mengambil bentuk dalam wujud kebiasaan maupun wujud aturan yang menuntun kehidupan umat manusia yang bermartabat.
1. Teori Filsuf Ionia
Teori ini adalah bagian dari para filsuf pertama Yunani sebelum abad ke-6 masehi. Generasi ini dikenal sebagai filsuf Ionia, seperti Anaximander, Thales, Heraklitus, dan Empedocles. Sebagai generasi filsuf awal, mereka sangat lekat dengan kosmologi alam(-iah) dan mistis yang melahirkan pandangan bahwa kekuatan merupakan inti tatanan alam.
Teori ini adalah mengenai hukum sebagai kekuatan, benar-benar merupakan strategi ‘tertib hidup’ dari manusia zaman itu yang memilih adaptasi terhadap alam. sesuai tingkat peradaban masa itu, maka alam dijadikan sebagai titik-tolak analisis. Ketika itu, alam dipahami sebagai jagad penuh kuasa yang hanya tersusun dari benda-benda materi (manusia juga dianggap benda materi). Karena bangunan benda materi-materi belaka, maka tidak dikenal adanya tatanan moral sebagai panduan kehidupan.
Oleh karena itu praktis alam dikuasai oleh ‘logika’ dasarnya, yakni kekuatan. dalam logika kekuatan itulah, manusia sebagai bagian dari alam menjalankan kehidupan ragawinya sehari-hari. Di sinilah hukum survive berlaku, yakni ada atau lenyap. Terjadilah seleksi alam. Siapa yang kuat dan cerdik, ia survive. Dan siapa yang mampu survive, dia berkesempatan menjadi sumber hukum. Logislah, bila dalam konteks ini, hukum menjadi ‘rumus-rumus’ orang kuat untuk tetap survive. Ya, hukum menjadi tatanan kekuatan (orang kuat) untuk tetap survive.
2. Teori Kaum Sofis
Dengan latar belakang konsepsi religi Olympus tentang manusia (manusia memiliki jiwa dan raga), filsuf Sofis tidak lagi memandang kekuatan setelanjang barisan filsuf pertama. Dunia materi bukan segala-galanya. Ada unsur lain yang lebih utama: Logos yang dimiliki manusia. Dunia berpusat pada manusia yang punya logos itu, sehingga pun hukum pun juga berpusat pada manusia yang memiliki logos itu.
Bagi kaum Sofis, hukum bukan lagi melulu sebagai gejala alam yang telanjang per se. Mereka mengaitkan hukum dengan ‘moral alam’, yakni logos –semacam roh ilahi yang memandu manusia pada hidup yang patut. wujudnya adalah nomos –yang dalam tradisi Yunani menunjuk pada kebiasaan sacral dan penentu segala sesuatu yang baik. Nomos hanya bisa eksis di dalam polis (negara kota di Yunani). Di luar polis hanya ada kekacauan.
Esensi nomos sebenarnya soal kepatutan. Ya kepatutan yang dapat diterima akal sehat orang-orang waras. Nomos menjunjung keadilan, menjamin keamanan, serta mendatangkan kesejahteraan. Karena nomos mengandung moral logos, maka pelanggar terhadap nomos perlu dihukum karena dianggap melakukan kesombongan. Nomos ini menurut Protagoras (salah satu eksponen Sofis), bisa tampil dalam bentuk kebiasaan, dan juga dalam bentuk undang-undang. Oleh karena itu, dalam tradisi Yunani, hukum (nomos) dan UU (nomoi) sangatlah penting untuk menata polis.
3. Teori Socrates
Bagi Socrates, sesuai dengan hakikat manusia, maka hukum merupakan tatanan kebajikan. Tatanan yang mengutamakan kebajikan dan keadilan bagi umum. Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu orang kuat (kontra filsuf Ionia), bukan pula aturan untuk memenuhi naluri hedonisme diri (kontra kaum Sofis). Hukum sejatinya adalah tatanan objektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum.
Pemikiran Socrates itu harus dipahami dalam kkonteks pemikiran etisnya eudaimonia. Tujuan kehidupan manusia menurut Socrates adalah eudaimonia (kebahagiaan). Tentu menurut Socrates adalah kebahagiaan seperti dipahami orang Yunani, yakni suatu keadaan obyektif yang tidak tergantung pada perasaab subyektif.
Bagi bangsa Yunani, eudaimonia berarti kesempurnaan jiwa yang oleh Plato dan Aristoteles diakui sebagai tujuan tertinggi dalam hidup manusia.
Eudaimonia (kesempurnaan jiwa) menjadi inti filsafat kebijaksanaan Socrates. Demi mempertahankan filsafatnya, dia bersedia mati dengan meminum hemlock. Dari tiga butir yang menjadi saripati “filsafat kebijaksanaan” Socrates, dua diantaranya relevan diungkapkan di sini. Butir pertama, peningkatan jiwa, kepedulian terhadap kebijaksanaan dan kebenaran, merupakan keutamaan tertinggi (primum et summum bonum) dalam hidup manusia. Butir kedua adalah kebajikan yang tidak lain adalah pengetahuan. Menurut prinsip ini, untuk mengetahui kebaikan adalah dengan melakukan kebaikan. Kejahatan, kekeliruan atau semacamnya muncul karena kurangnya pengetahuan, ketidakacuhan, dan ketiadaan lainnya. Butir kedua ini adalah menyangkut integritas manusia.
4. Teori Plato
Dengan mengambil inti ajaran kebijaksanaan Sokrates, Plato sang murid, juga mengaitkan hukum dengan kebijaksanaan dalam teorinya tentang hukum. Akan tetapi ia tidak menempatkan kebijaksanaan dalam konteks mutu pribadi individu warga polis. Sebaliknya, ia mengaitkan kebijaksanaan dengan tipe ideal Negara polis di bawah pimpinan kaum aristokrat. Dasar perbedaan tersebut terletak pada perbedaan asumsi tentang peluang kesempurnaan pada manusia. Bagi Socrates, secara individual manusia dimungkinkan mencapai kesempurnaan jiwa secara swasembada. Sedangkan Plato tidak percaya pada tesis gurunya tersebut. Bagi Plato kesempurnaan individu hanya mungkin tercipta dalam konteks negara di bawah kendali para guru moral, para pimpinan yang bijak, para mitra bestari, yakni kaum aristokrat. Menurut Popper, model Plato tersebut merupakan kerajaan orang yang paling bijak dan menyerupai dewa.
Secara riil, Plato merumuskan teorinya tentang hukum, demikian:
a.Hukum merupakan tatanan terbaik untuk menangani dunia fenomena yang penuh situasi ketidakadilan,
b.Aturan-aturan hukum harus dihimpun dalam satu kitab, supaya tidak muncul kekacauan hukum,
c.Setiap UU harus didahului preambule tentang motif dan tujuan UU tersebut. Manfaatnya adalah agar rakyat dapat mengetahui dan memahami kegunaan menaati hukum.
d.Tugas hukum adalah membimbing para warga (lewat UU) pada suatu hidup yang saleh dan sempurna,
e.Orang yang melanggar UU harus dihukum. Tapi itu bukan balas dendam. Karena pelanggaran adalah suatu penyakit intelektual manusia karena kebodohan. Cara mendidik itu adalah lewat hukuman yang bertujuan memerbaiki sikap moral para penjahat. Jika penyakit itu tidak dapat disembuhkan, maka orang itu harus dibunuh.
5. Teori Aristoteles
Aristoteles mengaitkan teorinya tentang hukum dengan perasaan sosial-etis yang bukanlah bawaan alamiah ‘manusia sempurna’ versi Socrates, bukan pula mutu ‘kaum terpilih’ (aristocrat) model Plato. Perasaan sosial-etis ada dalam konteks individu sebagai warga Negara (polis). Berdiri sendiri lepas dari polis, seorang individu tidak saja bakal menuai ‘bencana’, tetapi juga akan cenderung lard an tak terkendai karena bawaan alamiah Dionysian-nya.
Oleh sebab itu, hukum seperti halnya polis, merupakan wacana yang diperlukan untuk mengarahkan manusia ada nilai-nilai moral yang rasional. Inti manusia moral yang rasional menurut Aristoteles adalah memandang kebenaran (theoria, kontemplasi) sebagai keutamaan hidup (summum bonum). Dalam rangka ini, manusia dipandu dua pemandu, yakni akal dan moral. Akal (rasio, nalar) memandu pada pengenalan hal yang benar dan yang salah secara nalar murni, serta serentak memastikan mana barang-barang materi yang dianggap baik bagi hidupnya. Jadi akal memiliki dua fungsi, yaitu teoritis dan praksis. Untuk yang pertama, Aristoteles menggunakan kata Sophia yang menunjuk pada kearifan. Untuk yang kedua digunakan akta phronesis yang dalam terminologi Skolatik abad pertengahan disebut prudentia (prudence). Moral sendiri menurut Aristoteles, memandu manusia untuk memilih jalan tengah antara dua ekstrim yang berlawanan, termasuk dalam menentukan keadilan. Moral memandu pada sikap moderat, sikap yang dalam bahasa sansekerta disebut dengan purata kencana.
Dalam konstruksi filosofis mahluk moral yang rasional inilah, Aristoteles menyusun teorinya tentang hukum. Karena hukum menjadi pengarah manusia pada nilai-nilai moral yang rasional, maka ia harus adil. Keadilan hukum identik dengan keadilan umum, yang ditandai dengan hubungan yang baik antara satu sama lain, tidak mengutamakan kepentingan pribadi tapi juga tidak mengutamakan kepentingan pihak lain, serta ada kesamaan. Di sini tampak kembali apa yang menjadi dasar teori Aristoteles, yakni perasaan ‘sosial-etis’. Tidak mengherankan jika formulasinya tentang keadilan bertumpu pada tiga sari hukum alam yang dianggapnya sebagai prinsip keadilan utama, yaitu: Honeste vivere, alterum non laedere, suum quique tribuere (hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang lain, dan memberi kepada tiap orang bagiannya).
6. Teori Epicurus
Epicurus membangun teorinya tentang hukum melalui konteks etika epicurunisme di mana tujuan kehidupan adalah kebahagiaan yang hanya mungkin tercipta jika tiada penderitaan jiwa-raga. Segala sesuatu yang dapat menyusahkan jiwa raga harus dihindari begitu juga kesenangan sensual dan indrawi yang mengakibatkan sakit raga dan penderitaan jiwa pun harus dijauhi. Gagasan utamanya adalah gagasan atomistik (individu-individu yang terpisah), yang muncul di tengah peperangan dan pergolakan politik yang melanda polis polis Yunani kala itu, di mana semua peristiwa tersebut dianggap menderitakan raga dan menyengsarakan jiwa.
Dari Epicurianisme inilah, hukum (sebagai aturan public), mesti dipandang sebagai tatanan untuk melindungi kepentingan-kepentingan perorangan. Undang-undang diperlukan demi mencegah terjadinya kekerasan dan menghindari ketidakadilan akibat konflik kepentingan individual yang senantiasa muncul. Dengan kata lain, hukum diperlukan untuk mengatur kepentingan-kepentingan individu secara damai demi terjaganya keamanan raga dan kedamaian jiwa. Oleh karena itu, tugas hukum adalah sebagai instrument ketertiban dan keamanan bagi individu-individu yang sama-sama merindukan hidup tenang dan tentram.
F. TEORI HUKUM ALAM
Adapun teori hukum alam telah ada sejak zaman dahulu yang antara lain diajarkan oleh Aristoteles, yang mengajarkan bahwa ada dua macam hukum, yaitu:
1.Hukum yang berlaku kerena penetapan kekuasaan Negara.
2.Hukum yang tidak tergantung dari pandangan manusia mana yang baik buruknya hukum yang “Asli”.
Menurut Aristoteles, pendapat orang tentang “Keaslian” adalah tidak sama, sehingga seakan-akan tidak ada hukum alam yang “Asli”. Namun haruslah diakui, bahwa keaslian suatu benda atau hal tidaklah tergantung pada waktu dan tempat kekecualian dalam suatu hal itulah ada.
Bukanlah syarat mutlak bahwa Hukum Alam itu berlaku di zaman apa saja dan dimana-mana, tetapi lazinya yaitu dalam keadaan biasa, hukum alam itu memang dipadati di mana saja dan pada zaman apa saja, berhhubung dengan sifat keasliannya yang memang selaras dengan kodrat alam.
Prof. Subekti, S.H. mengatakan, bahwa menurut kodrat alam asalnya tangan kanan adalah lebih kuat dari tangan kiri, tetapi ada juga orang yang tangan kirinya lebih kuat dari tangan kanannya.
Berhubungan dengan itu menurut Aristoteles, Hukum Alam itu adalah “hukum yang oleh orang-orang berfikir sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam”.
Thomas Van Aquino (1225-1274) berpendapat, bahwa segala kejadian di alam dunia ini diperintah dan dikemudikan oleh suatu “ Undang-Undang Abadi” (lex eterna) yang menjadi dasar kekuasaan dari semua peraturan-peraturan lainnya.
Lex Eterna ini adalah kehendak dan pikiran tuhan yang menciptakan dunia ini. Manusia dikaruniai tuhan dengan kemampuan berpikir dan kecakapan untuk dapat membedakan baik dan buruk serta mengenal berbagai peraturan-perundangan yang langsung berasal dari “Undang-undang Abadi” itu dan yang oleh Thomas Van Aquino dinamakan “Hukum Alam” (Lex Naturalis).
Hukum Alam tersebut hanyalah memuat asas-asas umum seperti misalnya:
a.Berbuat baik dan jauhi perbuatan jahat.
b.Bertindaklah menurut pikiran yang sehat.
c.Cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri.
Menurut Thomas Van Aquino, asas-asas pokok tersebut mempunyai kekuatan yang mutlak, tidak mengenal pengecualian, berlaku di mana-mana dan tetap tidak berubah sepanjang zaman.
Hugo de Groot (abad 17) seorang pengajar hukum alam dalam bukunya “De jure bellie ac pacis” (Tentang hukum perang dan damai) berpendapat bahwa, sumber hukum alam ialah pikiran atau akal manusia.
Hukum Alam menurut Hugo de Groot, ialah pertimbangan pikiran yang menunjukan mana yang benar dan mana yang tidak banar. Hukum alam itu merupakan suatu pernyataan pikiran manusia yang sehat mengenai persoalan apakah perbuatan tersebut diperlukan atau harus ditolak.
G. POSITIVISME DAN UTILITARIANISME
Selama abad XIX manusia semakin sadar akan kemampuannya untuk mengubah keadaan dalam segala bidang. Dalam abad ini pula muncul gerakan positivisme dalam ilmu hukum.
Oleh H.L.A Hart (lahir tahun 1907), seorang pengikut positivisme diajukan berbagai arti dari positivisme sebagai berikut :
1.Hukum adalah perintah.
2.Analisis terhadap konsep-konsep hukum adalah usaha yang berharga untuk dilakukan. Analisis yang demikian ini berbeda dari studi sosiologis dan historis serta berlainan pula dari suatu penilaian kritis.
3.Keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada terlebih dahulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijakan serta moralitas.
4.Penghukuman (judgement) secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian atau pengujian.
5.Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positum, harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan. Inilah yang sekarang sering kita terima sebagai pemberian arti terhadap positivisme ini. Berbeda dengan John Austin (1790-1859), yang menyatakan bahwa hukum adalah sejumlah perintah yang keluar dari seorang yang berkuasa didalam negara secara memaksakan, dan biasanya ditaati. Satu-satunya sumber hukum adalah kekuasaan tertinggi didalam suatu negara. Sumber-sumber yang lain disebutnya sebagai sumber yang lebih rendah (subordinate sources).
John Austin mengartikan ilmu hukum sebagai teori hukum positif yang otonom dan dapat mencukupi dirinya sendiri. Menurut John Austin, tugas dari ilmu hukum hanyalah untuk menganalisa unsur-unsur yang secara nyata ada dari sistem hukum modern.
Sekalipun diakui ada unsur-unsur yang bersifat histeris didalamnya, namun unsur-unsur tersebut telah diabaikan dari perhatian.
Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat didalam suatu negara.
Jeremy Bentham (1748-1832) adalah seorang penganut utilitarian yang menggunakan pendekatan tersebut kedalam kawasan hukum. Dalilnya adalah bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa sehingga ia mendapatkan kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan serendah-rendahnya penderitaan.7)Tujuan akhir dari perundang-undangan adalah untuk melayani kebahagiaan paling besar dari sejumlah terbesar rakyat.
Rudolph von Jhering sering disebut sebagai “social utilitarianism”. Ia mengembangkan segi-segi positivisme dari John Austin dan menggabungkannya dengan prinsip-prinsip utilitarianisme dari Jeremy Bentham dan John Stuart Mill.
Rudolph von Jhering memusatkan perhatian filsafat hukumnya kepada konsep tentang “tujuan”, seperti dikatakannya didalam salah satu bukunya yaitu bahwa tujuan adalah pencipta dari seluruh hukum, tidak ada suatu peraturan hukum yang tidak memiliki asal-usulnya pada tujuan ini, yaitu pada motif yang praktis. Menurutnya hukum dibuat dengan sengaja oleh manusia untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Ia mengakui bahwa hukum itu mengalami suatu perkembangan sejarah, tetapi menolak pendapat para teoritisi aliran sejarah, bahwa hukum itu tidak lain merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan historis murni yang tidak direncanakan dan tidak disadari. Hukum terutama dibuat dengan penuh kesadaran oleh negara dan ditujukan kepada tujuan tertentu.
John Stuart Mill berpendapat hampir sama dengan jeremy bentham, yaitu bahwa tindakan itu hendaklah ditujukan kepada tercapainya kebahagiaan. Standar keadilan hendaknya didasarkan kepada kegunaannya. Akan tetapi Ia berpendapat, bahwa asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaan simpati. Menurut John Stuart Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lainyang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan dengan demikian, mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.
H. TEORI HUKUM MURNI
Hans Kelsen (1881-1973),adalah pelopor aliran ini. Bukunya yang terkenal adalah Reine Rechslehre (ajaran hukum murni).Teori hukum murni ini lazim dikaitkan dengan Mazhab Wina. Mazhab Wina mengetengahkan dalam teori hukum pencarian pengetahuan yang murni, dalam arti yang paling tidak mengenal kompromi, yaitu pengetahuan yang bebas dari naluri, kekerasan, keinginan-keinginan dan sebagainya.
Teori hukum murni juga tidak boleh dicemari oleh ilmu-ilmu politik, sosiologi, sejarah dan pembicaraan tentang etika. Dasar-dasar pokok teori Hans Kelsen adalah sebagai berikut :
1.Tujuan teori tentang hukum, seperti juga setiap ilmu, adalah untuk mengurangi kekalutan dan meningkatkan kesatuan (unity).
2.Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan. Ia adalah pengetahuan tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada.
3.Ilmu hukum adalah normatif, bukan ilmu alam.
4.Sebagai suatu teori tentang norma-norma, teori hukum tidak berurusan dengan persoalan efektifitas norma-norma hukum.
5.Suatu teori tentang hukum adalah formal, suatu teori tentang cara pengaturan dari isi yang berubah-ubah menurut jalan atau pola yang spesifik.
6.Hubungan antara teori hukum dengan suatu sistem hukum positif tertentu adalah seperti antara hukum yang mungkin dan hukum yang ada.
Salah satu ciri yang menonjol pada teori hukum murni adalah adanya suatu paksaan. Setiap hukum harus mempunyai alat atau perlengkapan untuk memaksa. Negara dan hukum dinyatakan identik, sebab negara hanya suatu sistem perilaku manusia dan pengaturan terhadap tatanan sosial. Kekuasaan memaksa ini tidak berbeda dengan tata hukum, dengan alasan bahwa didalam suatu masyarakat hanya satu dan bukan dua kekuasaan yang memaksa pada saat yang sama.
Bagian lain dari teori Hans Kelsen yang bersifat dasar adalah konsepsinya mengenai Grundnorm, yaitu suatu dalil yang akbar yang tidak dapat ditiadakan yang menjadi tujuan dari semua jalan hukum bagaimanapun berputar-putarnya jalan itu. Grundnorm merupakan induk untuk melahirkan peraturan-peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem tertentu.
I. SEJARAH HUKUM
Sejarah hukum adalah salah satu bidang study hukum, yang mempelajari perkembangan dan asal-usul system hukum dalama suatu masyarakat tertentu, dan memeperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu.
Sejarah hukum ini terutama berkait dengan bangkitnya suatu pemikirandalam hukum yang dipelopori oleh Savigny (1779-1861).
Dalam study sejarah hukum ditekankan mengenai hukum suatu bangsa merupakan suatu ekspresi jiwa yang bersangkutan dan oleh karenanya senantiasa yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini terletak pada karakteristik pertumbuhan yang dialami oleh masing-masing system hukum. Apabila dikatakan bahwa system hukum itu tumbuh, maka yang diartikan adalah hubungan yang terus menerus antara system yang sekarang dengan yang lalu. Apabila dapat diterima bahwa hukum sekarang dibentuk oleh proses-proses yang berlangsung pada masa yang lampau (Soedjono Dirdjosisworo 1983:58).
Peranan dan fungsi sejarah hukum yaitu:
Sebagaimana lazimnya moral yang terdapat pada pelajaran sejarah, maka study mengenai sejarah hukum ini akan menghasilkan keuntungan-keuntungan yang sama seperti orang yang memepelajari sejarah umu. Salah satu dari keuntungan tersebut adalah bahwa pengetahuan kita mengenai suatu system atau lembaga atau pengaturan hukum tertentu menjadi lebih mendalam dan diperkaya. Kekeliruan-kekeliruan baik dalam pemahaman, maupun penerapan suatu lembaga atau ketentuan hukum tertentu diharapkan dapat dicegah dengan cara mendapatkan keuntungan tersebut.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa sejarah hukum merupakan salah satu bidang study hukum yang memepejari perkembangan dan asal-usul system hukum, mengungkapkan fakta dan membandingkannya antara hukum yang lampau dengan hukum yang sekarang atau hukum yang akan dating. Dalam peranannya sejarah hukum juga berusaha mengenali dan memehami secara sistematis proses-proses terbentuknya hukum, factor-faktor yang menyebabkan dan sebagainya dan memeberikan tambahan pengetahuan yang berharga untuk memahami fenomena hukum dalam masyarakat.
J. SOSIOLOGI HUKUM
Munculnya sosiologi dalam Ilmu Hukum dikarenakan ingin melihat hakikat hukum yang tidak terbatas pada teks normatif yang abstrak. Tetapi lebih jauh dari itu, hukum ingin dilihat dalam segenap kompleksitasnya dalam interaksinya dengan alam realitas empirik sebagai medan tumbuh kembangnya hukum tersebut. Apakah bunyi aturan hukum benar-benar berfungsi atau tidak berfungsi dalam realitas empirik. Hal tersebut tidak akan diketahui jika hanya melakukan pengamatan terhadap ajaran-ajaran atau rumusan-rumusan yang resmi dan formal. Untuk itu dibutuhkan penggunaan sosiologi dalam Ilmu Hukum. Terdapat beberapa faktor yang mendorong perkembangan minat terhadap sosiologi hukum, yaitu: perubahan-perubahan yang terjadi di dalam hubungan-hubungan sosial (termasuk sudah perubahan fisik dan teknologis)’ ketidaksesuaian antara ideal dan kenyataan; dan sehubungan dengan kedua hal tersebut adalah terjadinya konflik-konflik nilai-nilai,konflik kepentingan dan sebagainya di dalam masyarakat.
Memang tidak dapat dipungkiri ada pandangan, baik dari sosiolog mau pun sarjana hukum sendiri, bahwa Ilmu Hukum termasuk kelompok Ilmu-ilmu Sosial. Tetapi dalam penerapannya penggunaan metode penelitian ilmu social kurang dapat diandalkan untuk dapat menciptakan suatu analisis hukum, doktrin hukum, atau suatu produk hukum (rancangan undang-undang, misalnya) yang dibutuhkan untuk pembangunan hukum.
Bernard Arief Sidharta berusaha membuktikan sifat keilmuan dari Ilmu Hukum dengan pokok-pokok pemikirannya menjelang akhir abad 20. Menurut beliau Ilmu Hukum itu juga seperti halnya ilmu lain, memiliki landasan keilmuan yang dibutuhkan oleh setiap ilmu. Ilmu Hukum membangun konsep dan obyeknya yang dapat dieksplorasi oleh siapa pun. Obyek-telaah Ilmu Hukum adalah tata hukum positif, yakni sistem aturan hukum yang ada pada suatu waktu tertentu dan berlaku dalam suatu wilayah tertentu. Lebih lanjut diuraikan bahwa Ilmu Hukum termasuk ke dalam jajaran Kelompok Ilmu Praktis-Normologis. Ilmu Praktis merupakan medan tempat berbagai ilmu bertemu dan berinteraksi, yang produk akhirnya berupa penyelesaian yang secara ilmiah (rasional) dapat dipertanggungjawabkan. Meski obyek telaahnya adalah tata hukum positif, dalam perkembangannya, Ilmu Hukum harus terbuka dan mampu mengolah produk berbagai ilmu lain tanpa berubah menjadi ilmu lain tersebut dengan kehilangan karakter khasnya sebagai ilmu normatif.
Memasuki abad 21, muncul karya yang berbeda dengan pendapat Sidharta tersebut dalam mengkonstatasi keberadaan Ilmu Hukum. Bernard L. Tanya seorang pemikir hukum menyatakan bahwa Ilmu Hukum tidaklah memadai jika hanya berkubang dalam paradigma normatif-dogmatis saja. Sebab, jika hanya berkisar pada aspek normatif saja, maka tidaklah akan dapat menangkap hakikat hukum sebagai upaya manusia untuk menertibkan diri dan masyarakat berikut kemungkinan berfungsi atau tidaknya hukum tersebut dalam masyarakat.
Untuk melihat hakikat hukum dengan segala kompleksitasnya tersebut, kemudian Bernard mengatakan bahwa Ilmu Hukum merupakan bagian dari Ilmu Humaniora. Sebagai bagian dari Ilmu Humaniora, maka Ilmu Hukum mempelajari hukum dengan titik tolak dari manusia sebagai subyeknya.25 Meletakkan Ilmu Hukum sebagai bagian dari Ilmu Humaniora tersebut jelas sangat berbeda dengan pendapat Sidharta di atas yang menyatakan bahwa Ilmu Hukum berada dalam tataran Ilmu Praktikal-Normologik.
Dengan objek telaah (ontologi) yang berbeda tersebut, Ilmu Hukum Dogmatik objek telaahnya adalah semata-mata pada teks-teks otoritatif.
Sedangkan Ilmu Hukum Non-dogmatis objek telaahnya adalah hukum dengan sekalian keterkaitannya dengan realitas-empirik. Hal ini berakibat kepada model penelaahan (epistemologi) yang berbeda pula. Metode penelitian dalam Ilmu Hukum Dogmatik menggunakan metode penelitian hukum beserta perangkatperangkat penafsirannya yang ‘murni’ hukum dogmatik. Sedangkan Ilmu Hukum Non-dogmatik (empiris) menggunakan perangkat metode penelitian ‘baru’, yaitu ‘tidak alergi meminjam’ metode yang dikembangkan ilmu lain.
Ilmu Hukum Dogmatik hanya melihat ke dalam hukum dan menyibukkan diri dengan membicarakan dan melakukan analisis ke dalam, khususnya hukum sebagai suatu bangunan peraturan yang dinilai sebagai sistematis dan logis. Jadi, kegunaan dari Ilmu Hukum Dogmatis ini tidak lebih hanya menelaah bangunan logis-rasional dari deretan pasal-pasal peratuiran. Oleh karenanya, Ilmu Hukum Dogmatik seperti ini juga lazim disebut dengan analytical jurisprudence, yang dalam praktiknya sangat bertumpu pada dimensi bentuk formal dan prosedural dalam berolah hukum untuk mencapai (aksiologi) kepastian. Yang benar dan adil adalah peraturan hukum itu sendiri.
Kebalikan dari itu, Ilmu Hukum Non-dogmatik tidak berhenti kepada menyibukkan diri dengan bangunan logis-rasional dari sebuah peraturan. Tujuan (aksiologi) yang ingin dicapai oleh Ilmu Hukum Non-Dogmatik adalah untuk mencari dan mencapai kebenaran hukum sebagai institusi kemanusian dan kemasyarakatan. Kebenaran hukum yang demikian itu jelas tidak dapat diperoleh jika hanya bertumpu pada peraturan hukum semata-mata. Bukankah hukum dihadirkan untuk manusia

ULUMUL QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA


.

A. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Ungkapan Ulumul Qur’an berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata ulum dan Al-Qur’an. Kata Ulum merupakan bentuk jamak dari kata ilmu. Ilmu yang dimaksudkan disini, sebagaimana didefinisikan Abu Syahban adalah sejumlah materi pembahasan yang dibatasi oleh kesatuan tema atau tujuan, adapun Al-Qur’an sebagai didefinisikan ulama ushul, ulama fiqih dan ulama bahasa adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabinya. Muhammad SAW yang lafadznya mengandung mukzijat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas. Dengan demikian Ulumul Qur’an secara bahasa adalah Ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
Adapun mengenai definisi Ulumul Qur’an berdasarkan istilah, para ulama membrikan definisi yang berbeda-beda sebagaimana dijelaskan berikut ini.
1.
كلام الله المنزل على نبيه محمد عليه وسلم المتعبد بتلاوته المنقول بالتواتر المكىتوب فى المصىاحف من اول مورة الفاتحة االى اخر سورة الناس
2. Menurut Az-Zarqalani
مباحث تتعلق بالقران الكريم من ناحية نزوله واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشبه عنه ونخو ذلك
Artinya:
Beberapa pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukzijatan, nasikh, penolakan hal-hal yang dapat menimbulkan keraguan terhadapnya seta hal lainnya.
3. menurut Abu Syahban.
علم ذومباحث تتعلق بالقران الكريم من حيث نزوله وترتيبه وكتابته وجمعه وقراء ته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ومحكمه ومتشابهه الى غير ذلك من المباحث التى تذكر فى هذا العلم.
Artinya:
Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan Al-Quran. Mulai dari proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafisiran, kemukzijatan, nasikh-mansukh, muhkam mutasyabih, serta pembahasan lainnya.

Walaupun dengan definisi yang berbeda, definisi-definisi di atas mempunyai maksud yang sama. Baik Al-Qaththan, Az-Zarqalani, maupun Abu Syahban sepakat bahwa Ulumul Qur’an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Quran dan sebagai pembahasan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok bahasan Ulumum Quran.
Mengenai kemunculan istilah Ulumum Quran untuk pertama kalinya, para penulis menyatakan bahwa Abu Al-Farj bin Al-Jauzilah yang pertama kali memunculkan kata tersebut pada abad ke-6 H. pendapat ini disitir pula oleh As-Suyuthi dalam pengantar kitab Al-Itqam. Adapun pendapat Az-Zarqalani menyatakan bahwa istilah itu muncul pada awal abad V H. yang disampaikan oleh Al-Hufi (w 430 H) dalam karyanya yang berjudul Al-Burhan fi Ulumum Quran yang dicetak pada tahun 1954 dan disunting oleh Arthur Jeffri, seorang orientalis kenamaan, syahban berpendapat bahwa istilah Ulumul Quran muncul dalam kitab Al-Mabani fi Nazhm AL-Ma’ani yang ditulis pada tahun 425 H.
B. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ULUMUL QURAN
Banyak ilmu yang ada kaitannya dengan pembahasan Al-Quran, menyebabkan banyak pula ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-Arabi, ilmu-ilmu Al-Quran itu mencapai 77.450. hitungan ini diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Quran dengan empat kalimat tiap-tiap kalimat mempunyai empat makna, yaitu zhahir, bathin, had dan mathla. Jumlah itu semakin bertambah jika melihat urutan kalimat-kalimat di dalam Al-Quran serta hubungan diantara urutan-urutan itu. Jika sisi itu yang dilihat, ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran tidak dapat dihitung lagi.
Berkenaan dengan persoalan ini, M Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran terdiri atas enam hal pokok berikut ini.
1. Persoalam Turunnya Al-Quran (Nuzul Al-Quran)
Persoalan ini menyangkut tiga hal:
a. Waktu dab tenpat turunnya Al-Quran (Auqat Nuzul wa Mawathin an-Nuzul)
b. Sebab-sebab turunnya Al-Quran (Assbab An-Nuzul)
c. Sejarah turunnya Al-Quran.
2. Persoalan Sanad (Rangkaian para periwayat)
Persoalan ini menyangkut enam hal:
a. Riwayat Mutawatir
b. Riwayat Ahad
c. Riwayat Syadz
d. Macam-macam qira’at nabi
e. Para perawi dan penghapal Al-Quran dan
f. Cara-cara penyebaran riwayat.
3. Persoalan Qira’at (cara pembacaan Al-Quran)
Persoalan berikut menyangkut hal-hal berikut ini:
a. Cara berhenti (Waqaf)
b. Cara memulai (ibtida)
c. Imalah,
d. Bacaan yang dipanjangkan (mad).
e. Bacaan hamzah yang diringankan, dan
f. Bunyi huruf yang sukun dimasukkan pada bunyi sesudahnya (idhgam).
4. Persoalan kata-kata AL-Quran
Persoalan ini menyangkut beberapa hal berikut ini:
a. Kata-kata Al-Quran yang asing (gharib)
b. Kata-kata Al-Quran yang berubah-ubah harakat akhirnya (mu’rab),
c. Kata-kata Al-Quran yang mempunyai makna serupa (homonym),
d. Padanan kata-kata Al-Quran (sinonim)
e. Isti’arah dan
f. Penyerupaan (tasybih).
5. Persoalan makna-makna Al-Quran yang berkaitan dengan hokum
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut:
a. Makan umum (‘am) yang tetap dalam keumumannya.
b. Makna umum (‘am) yang dimaksudkan makna khusus,
c. Makna umum (‘am) yang maknannya dimaksudkan sunah,
d. Nash,
e. Makna lahir,
f. Makna global (mujmal),
g. Makna yang diperinci (mufashshal)
h. Makna yang ditunjukan oleh konteks pembicaraan (manthuq),
i. Makna yang dapat pahami dari konteks pembicaraan (mafhum),
j. Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan (muhkam),
k. Nash yang muskil ditafsirkan karena terdapat kesamaran didalammnya (mutasyabih),
l. Nash yang maknannya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu sendiri (musykil).
m. Ayat yang “menghapus” dan yang d”ihapus “ (nasikh-mansukh)
n. Yang didahulukan (muqaddam), dan
o. Yang dilahirkan (mu’akhakhar).
6. Persoalan makna Al-Quran yang berpautan dengan kata-kata Al-Quran
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut ini:
a. Berpisah (fashl)
b. Bergabung (washl)
c. Uraian singkat (I’jaz)
d. Uraian panjang (ithnab)
e. Uraian seimbang (musawah)
f. Pendek (qashr).
C. CABANG-CABANG (POKOK PEMBAHASAN ) ULUMUL QURAN
Diantara cabang-cabang Ulumul Quran adalah sebagai berikut:
1. Ilmu adab tilawat Al-Quran yaitu ilmu-ilmu yang menerangkan aturan pembacaan Al-Quran.
2. Ilmu Tajwid, yaitu ilmu menerangkan cara membaca Al-Quran, tempat memulai, atau tempat berhenti (waqaf).
3. Ilmu Mawathim An-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan tempat, musim, awal, dan akhir turunnya ayat.
4. Ilmu Tawarikh an-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa dan urutan turunnya ayat, satu demi satu dari awal hingga yang terakhir turun.
5. Ilmu Asbab An-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat.
6. Ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang menerangkan ragam qira’at (pembacaan Al-Quran) yang telah diterima Rasulullah SAW. Apabila dikumpulkan, qira’at ini terdiri atas sepuluh macam, ada yang sahih dan ada pula yang tidak sahih.
7. Ilmu Gharib Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan makan kata-kata ganjil yang tidak terdap dalam kitab-kitab konvensional, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan kata-kata yang halus, tinggi, dan pelik.
8. Ilmu I’rab Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan harakat Al-Quran dan kedudukan sebuah kata dalam kalimat.
9. Ilmu wujuh wa An-Nazha’ir, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Quran yang mempunyai makna lebih dari satu.
10. Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam wa Al-Mutasyabih, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan yang dipandang mutasyabih.
11. Ilmu Nasikh wa Al- Mansukh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang nasikh dan yang mansukh oleh sebagian mufassir.
12. Ilmu Badai’u Al-Quran yaitu ilmu yang menerangkan keindahan susunan bahasa Al-Quran.
13. Ilmu I’jaz Al-Quran, yaitu ilmu yang menerang segi-segi kekuatan Al-Quran sehingga dipangang senagai mukjizat dan dapat melemahkan penentang-penentangnya.
14. Ilmu Tanasub Ayat Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
15. Ilmu Aqsam Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud sumpah allah yang terdapat di dalam Al-Quran.
16. Ilmu Amtsal Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan perumpamaan Al-Quran, yakni menerangkan ayat-ayat perumpamaan yang dikemukakan AL-Quran.
17. Ilmu Jadal Al-Quran, yaitu ilmu yang menerangkan berbagai perdebatan yang telah dihadapkan Al-Quran kepada segenap kaum musyrikin dan kelompok lainnya.
D. SEJARAH & PERKEMBANGAN ULUMUL QURAN :
Sejarah perkembangan ulumul quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase
menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul quran menjadi
sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase/
tahapan perkembangan ulumul quran.
1. ULUMUL QURAN pada MASA RASULULLAH SAW
Awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung dari
Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam
bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
a. Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata
diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu
sanggupi (Anfal : 60), “ ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)
b. Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang
membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud
serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat
mereka tidak melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada
didalamnya, mereka berkata “kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya
sekaligus.'"
c. Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga
kemurnian Al-Quran.
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis dari
aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas
namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka.(HR Muslim)
2. ULUMUL QURAN MASA KHALIFAH
Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal ulumul quran mulai berkembang
pesat, diantaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut :
a. Khalifah Abu Bakar : dengan Kebijakan Pengumpulan (Penulisan Al-Quran yg pertama
yang diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit
b. Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu
mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Umam. Salinan-salinan
mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut
dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini dianggap
sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
c. kekalifahan Ali Ra : dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali
meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan
memberikan ketentuan harakat pada qur'an. ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu
I'rabil Qur'an.
3. ULUMUL QURAN MASA SAHABAT & TABI'IN
a. Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan maknamakna
al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan
kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan
lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh
murid-murid mereka , yaitu para tabi'in.
Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah:
1. Empat orang Khalifah ( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
2. Ibnu Masud,
3. Ibnu Abbas,
4. Ubai bin Kaab,
5. Zaid bin sabit,
6. Abu Musa al-!sy'ari dan
7. Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir
Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran
apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.

b. Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran & Tokoh-tokohnya
Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil
ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan
ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai
berikut :
1. Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin ubair, Mujahid, 'iKrimah
bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan 'Ata' bin abu Rabah.
2. Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan Muhammad bin
Ka'b al Qurazi.
3. Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin
Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.
Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur'an,
ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan imu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini
tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
4. MASA PEMBUKUAN (TADWIN)
Perkembangan selanjutnya dalam ulumul quran adalah masa pembukuan ulumul Quran , yang juga melewati beberapa perkembangan sebagai berikut :
a. Pembukuan Tafsir Al-Quran menurut riwayat dari Hadits, Sahabat & Tabi'in
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan ( tadwin ) yang dumulai dengan
pembukuan hadist dengan segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal
yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur'an yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi'in.
Diantara mereka yang terkenal adalah, Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat 117 H ),
Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah ( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadis. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan
salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.
b. Pembukuan Tafsir berdasarkan susunan Ayat
Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama. Mereka menyusun tafsir Qur'an
yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka ada Ibn
Jarir’at Tabari (wafat 310 H ).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukil ( dipindahkan ) melalui penerimaan ( dari
muluit kemulut ) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadis,
selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at Tafsir
bil Ma'sur ( berdasarkan riwayat ), lalu diikuti oleh at Tafsir bir Ra'yi ( berdasarkan penalaran ).
c. Munculnya Pembahasan Cabang-cabang Ulumul Quran selain Tafsir
Disamping ilmu tafsir lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok
pembahasan tertentu yang berhubungan dengan quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh
seorang mufasir, diantaranya :
1) Ulama abad ke-3 Hijri
a) Ali bin al Madini ( wafat 234 H ) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai
asbabun nuzul
b) Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam ( wafat 224 H ) menulis tentang "asikh Mansukh
dan qira'at.
c) Ibn Qutaibah ( wafat %FE ) ) menyusun tentang problemaIka Quran ( musykilatul
quran ).
2). Ulama Abad Ke-4 Hijri
a) Muhammad bin Khalaf bin Marzaban ( wafat 309 H ) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil
Qur'an.
b) Abu muhammad bin Qasim al Anbari ( wafat 751 H ) juga menulis tentang ilmu-ilmu
qur'an.
c) Abu Bakar As Sijistani ( wafat 330 H ) menyusun Garibul Qur'an.
d) Muhammad bin Ali bin al-Adfawi ( wafat 388 H ) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil
Qur'an.
3). Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya
a) Abu Bakar al Baqalani ( wafat 403 H ) menyusun I'jazul Qur'an,
b) Ali bin Abrahim bin Sa'id al Hufi ( wafat 430 H ) menulis mengenai I'rabul Qur'an.
c) Al Mawardi ( wafat 450 H ) menegenai tamsil-tamsil dalam Qur'an ( 'Amsalul
Qur'an ).
d) Al Izz bin !bdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam Qur'an.
e) 'Alamuddin Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu Qira'at ( cara
membaca Qur'an ) dan !qsamul Qur'an.
d. Mulai pembukuan secara khusus Ulumul Quran dengan mengumpulkan cabang-cabangnya.
Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-quran dengan berbagai pembahasannya di tulis
secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri. Kemudian, mulailah masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang
lengkap, yang dikenal kemudian dengan Ulumul Qur'an. Di antara ulama-ulama yang
menyusun secara khusus ulumul quran adalah sebagai berikut :
a) Ali bin Abrohim Said (330 H ) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang
pertama yang membukukan 'Ulumul Qur'an, ilmu-ilmu Qur'an.
b) Ibnul auzi ( wafat 597 H ) mengikuInya dengan menulis sebuah kitab berjudul fununul
Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
c) Badruddin az-Zarkasyi ( wafat 794 H ) menulis sebuah kitab lengkap dengan judul Al-
Burhan fii ulumilQur`an .
d) alaluddin Al-Balqini (wafat 824 H ) memberikan beberapa tambahan atas Al-Burhan di
dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.
e) alaluddin As-Suyuti ( wafat 911 H ) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang
terkenal Al-Itqaan fii u`luumil qur`an.

SEJARAH SINGKAT B INDONESIA (RESUME BUKU B. INDONESIA)


.

A.SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA
A. Lingkungan Bahasa Indonesia
Salah satu faktor penggolongan dalam bahasa yaitu mempunyai asal-usul yang sama, salah satu golongan tersebut adalah Austria yang terdri atas bahasa Austro dan Austronesia.
Bahasa Austronesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu bahasa Oceania adalah bahasa-bahasa Indonesia (nusantara) dan kelompok bahasa-bahasa Oceani. Bahasa-bahasa Indonesia meliputi Bahsa Malagasi, Formosa, Filifina, Melayu, Jawa, Sunda, Batak, Bugis, Dayak Solor Alor dan lain-lain.
Sedangkan bahasa-bahasa Melanesia meliputi bahasa Kaledonia Baru, Hibrid, Fiji, Salomon, dan Santa Cruz. Yang termasuk kedalam bahasa Oceania adalah Bahasa Maor, Tahiti, Hawai dan lain-lain.
Bahasa Nusantara dikelompokan menjadi dua yaitu bahasa disebelah barat dan timur adapun batasannya dari pulau Sumba bagian timur melintang ke utara membelah kepulauan Sula. Dalam segi bahasa perbedaan kelompok tersebut banyak memiliki morfem bertingkat.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang bersal dari bahasa Melayu. Yang berkembang sangat pesat dan selain mendapat pengaruh dari bahasa daerah, bahsa Indonesia juga terpengaruhi oleh bahasa asing.
B . Peristiwa Penting Bahasa Indonesia
Bahasa melayu Indonesia pertama masuk ke kepulauan Riau itu lah sebabnya kepulaun Riau termasuk bahasa melayu baku di Indonesia. Dan bahasa melayu mendapat perubahan dari pengaruh bahasa daerah dan bangsa-bangsa lain.
Adapun bahasa yang ikut andil dalam perluasan bahasa melayu yaitu bahasa Arab karena agama islam mendapat kedudukan yang istimewa dihadapan orang melayu, dan dalam perluasan bahasa yang sangat berperan dalam mencapai puncaknya adalah kerajaan Sriwijaya adapun factor yang mendorong kejayaan bahasa melayu dalam kerajaan Sriwijaya menguasai lalulintas pelayaran.
Dalam peristiwa kebahasaan yang terjadi ditanah air para putra-putri Indonesia yang akan haus dengan bacaan yang tidak didukung dengan fasilitas yang diberikan Belanda menyebabkan putra-putri membaca bacaan luar negri dan buku tersebut banyak mengemukakan sejarah bagaimana bangsa mencapai kemerdekaan. Dan putra-putri Indonesia lebih menyenangi “Indonesia” dibandingkan dengan “melayu” karena dalam bahasa Indonesia tersebut mengandung makna yang sangat mendalam dan akan dapat membahayakan kedudukan Belanda di Indonesia.
Dalam kebangkitan Nasional nama Indonesia semakin dilarang dan pemuda semakin dilarang tetapi semakin dilarang pemuda Indonesian semakin berhasrat dalam mengukuhkan nama Indonesia tersebut. Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda tidak lagi menahan gejolak ingin memiliki bahasa persatuan maka lahirlah “Sumpah Pemuda” sebagai ikrar para pemuda yang menyangkut kebahasaan.
Dalam merumuskan bahasa para pemuda melakukan kongres yang diberi nama kongres I disolo yang bertujuan untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan,
Pada tahun 1945 bahasa Indonesia dijadikan sebagai Bahasa Nasional dengan predikat bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan dengan disahkannya bahasa Indonesia bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945.
B. EJAAN BAHASA INDONESIA
A. Sejarah Singkat Ejaan
Sejak bahasa Indonesia dijadikan bahasa nasional, bahasa pengantar, dan bahasa resmi, bahasa Indonesia sudah mengalami beberapa kali perubahan ejaan. Ejaan tersebut adalah Ejaan Van Ophusyen, Ejaan Republik, dan Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.
Pada tahun 1910 lahirlah Ejaan Van Ophusyen yang berlandaskan aturan ejaan melayu dengan huruf latin,waktu itu usaha kearah penyempurnaan ejaan mulai dirintis. Pada tahun 1947, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Ejaan Republik sebagai ejaan resmi. Penetapan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan pada tanggal 19 maret 1947. Ejaan ini merupakan penyederhanaan ejaan yang terdahulu.
Pada tahun 1967, Ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI) mengeluarkan surat tanggal 21 Februari 1967, yang berisi rancangan peraturan ejaan terdahulu dipakai oleh tim KOTI sebagai pembicaraan dengan Malaysia tentang Ejaan Bahasa Indonesia dan Ejaan Malaysia. Rancangan itu diseminarkan pada tahun 1927 di Puncak dan diperkenalkan kepada masyarakat/setiap departemen serta ditetapkan tanggal 20 Mei 1927. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1927 diresmikan menjadi EYD.
B. Penulisan Ejaan
1. Persukuan
Setiap suku kata Indonesia di tandai oleh sebuah vocal. Vocal dapat didahului atau diikuti konsonan.
2. Penulisan huruf capital
3. Huruf miring
Huruf miring disebut juga huruf kursif. Tulisan ini di bagian penerbitan atau percetakan. Untuk tulisan tangan atau ketikan, kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.
4. Penulisan Kata
Kata adalah bentuk bebas minimal yang merupakan bentuk bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri. Kata dapat terbentuk dari satu morfem, dua morfem, atau lebih.
C. Tanda Baca
Tanda baca disebut juga dengan istilah pungtuasi, yaitu tanda yang dipakai dalam bagian kalimat tertulis, dibuat berdasarkan unsure suprasegmental dan hubungan sintaksisi. Unsure suprasegmental yaitu unsure bahasa yang kehadirannya bergantung kepada kehadiran segmental.
Tanda baca yang digunakan adalah titik, koma, titik koma, titik dua, tanda kutip, tanda Tanya, tanda seru, tanda hubung, tanda pisah, tanda ellipsis, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda petik tunggal, tanda petik, tanda ulang, tanda garis miring, dan tanda penyingkat.

C.DIKSI DALAM KALIMAT
A. Ketetaaapan dan kesesuaian penggunaan diksi

Pemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni pertama, masalah ketetapan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Kedua, masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut.
B. Kata umum dan kata khusus
Kata umum adalah kata-kata yang pemakaian dan maknanya bersifat umum dan mencakup bidang yang luas, sedangkan kata khusus adalah kata-kata yang pemakaian dan maknanya terbatas pada suatu bidang tertentu.
C. Perubahan makna kata
Perubahan makna kata bukan hanya ditentukan oleh perubahan jaman (waktu), melainkan juga disebabkan oleh tempat bahasa itu tumbuh dan berkembang.
 Macam – macam perubahan makna kata
a. Perluasan makna
Perluasan makna adalah kata yang sebelumnya mempunyai arti khusus, atau yang asalnya satu lambang bunyi dan mengacu hanya pada satu benda atau peristiwa tertentu, kemudian mengacu kepada beberapa benda atau peristiwa-peristiwa lain.
b. Penyempitan makna
Penyempitan makna adalah makna yang lama lebih luas cakupannya daripada makna yang baru.
c. Ameliorasi
Ameliorasi mengandung maksdu bahwa makna baru yang dirasakan lebi tinggi nilainya dari pada arti yang lama
d. Peyorasi
Berkaitan erat dengan sopan santun dalam berbahasa. Yang merupakan kebalikan dari ameliorasi
e. Metafora
Merupakan perubahan makna karena perubahan sifat antara dua obyek dan merupakan perubahan makna yang berdasarkan pergeseran istilah antara dua indra.
f. Diksi dalam kalimat
Diksi dalam kalimat adalah pemilihan kata yang tepat untuk ditempatkan dalam kalimat sesuai dengan makna,kesesuaian,kesopanan, dan bisa mewakili maksud atau gagasan.


D.PENGGUNAAN KATA DALAM KARYA ILMIAH
A. Kesesuaian Pilihan Kata
Dalam penggunaan bahasa harus melihat kesesuaian dan ketetapan bahasa. Seandainya sebuah kata hanya mengacu pada satu objek, maka penggunaan bahasa akan lebih mudah, karena kata akan mewakili berbagai objek dan diwakilipula dengan kata lain yang mempunyai arti yang sama. Menurut Gorys Keraf ada tiga hal yang mempengaruhi bahasa yaitu pokok persoalan yang akan dibicarakan, hadirin yang terlibat dalam komunikasi dan diri kita ssendiri.
B. Bahasa baku dan nonbaku
Kalimat baku disusun dengan gramatika bahasa indonesia, kemampuan bahasa baku diperoleh dengan belaja dan digunakan dalam penyusunan karya ilmiah. kalimat nonbaku disusun berdasarkan kebiasaan penggunaan kaliamat dalam kehidupan sehari-hari dan keterampilan berbahasa naobaku diperoleh dari lingkungan pergaulan dan bukan bahasa formal.
C. Kata ilmiah dan kata Populer
Menurut Gorys Keraf dalam bukunya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa” pilihan kata dibagi atas pilihan kata populer dan kata ilmiah.
Kata populer adalah kata-kata umum yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat, baik kaum terpelajar dan masyarakat awam dan kosakata ini dijadiakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tulang punggung suatu bahasa.
Kata-kata yang digunakan kelompok orang atau golongan saja dalam pertemuan-pertemuan resmi, dalam forum diskusi khusus, atau pada tulisan-tulisan ilmiah disebut kata ilmiah.


D. Jargon
Jargon merupakan variasi bahasa yang khusus sekali. Dan diartikan sebagai kata-kata teknis atau kata rahasia dalam suatu bidang ilmu. Jargon digunakan alam bidang seni, perdagangan, pertukangan, kumpulan rahasia atau kelompok-kelompok rahasia tertentu.
E. Kata Percakapan
Kata percakapan sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam bahasa lisan. Suatu bentuk dari bahasa percakapan adalah singkatan, kata percakapan diambil dari kata-kata yang biasa dipakai oleh kaum terpelajar dalam kehidupan sehari-hari.
F. Kata Slang
Istilah-istilah yang diciptakan oleh masyarakat yang bersifat khusus dan da[at berupa kata umum dengan pengertian khusus yang hanya dipahami sekelompok tertentu.
G. Idiom
Idiom adalah pola-pola struktur yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa umum dan berbentuk frasa sedangakan artinya artinya tidak dapat diterangkan secara logis secara geramatis dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.
E.TATA KALIMAT
A. Pengertian kalimat
Kalimat merupakan bagian terkecil dari wacana yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketata bahasaan. Dalam bentuk lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Akan tetapi dalam bentuk tulisan latin, kalimaat dimulai dengan huruf kapital dan dialhiri oleh titik, tanda tanya, atau tanda seru.
M. Ramlan (1981 : 12) membatasi kalimat dengan “satuan gramatikayang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun dan naik.”.
B. Unsur-unsur Kalimat
Unsur-unsur kalimat terdiri dari subjek, predikat, objek, dan keterangan. Kelengkapan unsur kalimat akan menentukan kejelasanya, paling tidak, sebuah kalimat hendaknya memiliki subjek dan predikat. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh razak (1992 : 11) bahwa “unsur kalimat adalah objek, predikat, pelengkap, kata perangkai, kata penghubung, kata modalitas, frase, kalusa, dan bentuk absolute. Namun undur yang paling penting dalam sebuah klaimat adalah subjek dan predikat”.
C. Fungsi Sintaksis Unsur-unsur Kalimat
Untuk mengetahui fungsi sintaksis unsur-unsur kalimat, kita perlu mengenal ciri umum setiap fungsi sintaksis. Berikut ini penjelasannya :
1. Fungsi Subjek
Subjek adalah kalimat yang menjadi dasar kalimat sehingga bagian penting sebagai pangkal pembicaraan. Fungsi subjek dakam sebuah kalimat biasanya diketahui dengan jalan mengajukan pertanyaan: apa atau siapakah. pada umumnya subjek berupa nomina, frase, atau klausa.
2. Fungsi Predikat
Predikat adalah bagian kalimat yang memberikan penjelasan tentang subjek. Fungsi predikat dapat diketahui dengan jalan mengajukan pertanyaan: apa, mengapa, siapa, dan bagaimana dan biasanya, berupa frase verbal, frase adjektival, frase nominal, frase numerial,atau frase preposisional.

3. Fungsi Objek
Objek adalah bagian kalimat yang kehadiranya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya selalu setelah predikat. Umumnya yang membentuk verba transitif adalah sufiks-kan dan –i serta prefiks meng-. Untuk mengetahui fungsi objek dengan mengajukan pertanyaaan : apa atau siapa.
4. Fungsi Pelengkap
Pelengkap memiliki kemiripan konsep dengan objek yaitu keduanya sering berwujud nomina dan menduduki tempat yang sama, yaitu dibelakang verba.

F.KALIMAT EFEKTIF
A. Pengertian
Kalmat efektif adalah kalimat yang disususn secara singkat tetapi mempunyai daya informasi yang tepat sehingga secara tepat pula mewakili gagasan penulis.kalimat efektif diutamakan dalam kegiatan tulis menulis karena ia mampu menciptakan komunikasi yang baik sehingga penyampaian dan penerimaan informasi berlangsung dengan sempurna.
B. Ciri-ciri Kalimat Efektif
Dalam membuat kalimat efektif ada empat hal yang harus diperhatikan penulis. Adapun empat hal tersebut sebagai berikut:
1. Kesatuan Gagasan
Kesatuan gagasan dimaksudkan setiap kalimat harus mempunyai gagasan pokok yang jelas dan utuh. Dan setiap kalimat memiliki satu ide pokok tidak benar menggabungkan dua ide pokok yang tidak memiliki hubungan dalam satu kalimat.
Kesatuan gagasaaaan dinyatakan dengan keutuhan struktur dan kesatuan logika, oleh karena itu struktur kalimatnya harus benar, demikian pula logikanya.
2. Kepaduan dan Koherensi
Kepaduan atau koherensi adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas di antara unsur yang membentuk sebuah kalimat. Unsur-unsur tersebut adalah hubungan makna antara jabatan-jabatan kalimat yaitu hubungan subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan.hubungan yang tepat dan jelas akan menghasilkan kalimat yang memiliki kepaduan yang baik dan kompak.
Ada perbedaan antara kepaduan dan kesatuan gagasan yaitu kepaduan lebih pada struktur, sedangkan kesatuan pada isi pikiran. Hala ini membuktikan bahwa kalimat yang mengandung kesatuan gagasan belum tentu memiliki kepaduan yang baik.
Kesalahan yang banyak ditemukan dalam tulisan sehingga merusak kepaduan kalimat adalah penempatan kata-kata yang tidak sesuai struktur kalaimat yang benar, selain itu adanya penempatan preposisi, konjungsai, dan kata tugas yang salah.
3. Kesejajaran dan Kaparalelan
Kesejajaran adalah pengakuan bentuk gramatikal yang sejajar atau sama untuk unsur-unsur kalimat yang mempunyai jabatan yang sama. Apabila salah satu gagasan ditempatkan pada nomina, kata-kata yang lain menduduki jabatan yang sama harus menggunakan nomina.
4. Kelogisan
Struktur gramatikal yang baik bukan tujuan dalam komunikasi melainkan hanya merupakan alat untuk merangkai sebuah pikiran dengan jelas.


G.PENYEBAB KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT
A. Kesalahan Tata Bahasa
Penggunaan tata bahasa yang benar sangat menentukan keefektifan sebuah kalimat.
B. Ketidaklogisan kalimat
Penguasaan kaidah bahasa belum menentukan keefektifan sebuah kalimat. Keefektifan kalimat didukung pula oleh jalan pikiran yang logis.
C. Ketaksaan kalimat
Kalimat efektif yang memiliki daya informasi yang tepat dan cepat harus terhindar dari ketaksaan maksudnya kalimat tersebut tidak memiliki makna ganda.
D. Ketidakhematan kata
Kalimat efektif tersirat pula keefesienan. Maksudnya kita menggunakan kata-kata yang benar-benar diperlukan.
E. Keetidaksejajaran kaliamat
Dalam sebuah kalimat, gagasan yang sama fungsi dan sama penting ditempatkan dalam fungsi gramatikal yang sama pula.
F. Kerancuan kalimat
Kerancuan kalimat adalah struktur yang dibangun tidak beraturan sehinggga merusak kaidah bahasa.
G. Pengaruh bahasa asing dan daerah
Setiap bahasa memiliki struktur dan kaidah masing-masing. Struktur bahasa yang satu tidak dapat digunakan pada struktur bahasa yang lain.

H.PARAGRAF (ALINEA)
A.pengertian paragraf
menurut kamus besar bahasa indonesiab(2001:828) alinea adalah, “bagian bab dalam suatu bab dalam suatu karangan. Adapun menurut keraf (1997:1) alinea adalah satu kesatuan gagasan atau pikiran,satu kesatuan yang lebih tinggi dari kalimat”.
B.unsur-unsur paragfaf
1kata transisi (transitition)
2.kalimat topic (topic sentence)
3kalimat pengembang (development sentences)
4.kalimat penegas (punch line)
I.JENIS-JENIS PARAGRAF DAN PENGEMBANGANNYA
A.jenis-jenis paragraf
1. paragraf deduksi
Paragraf deduksi yaitu paragraf yang cara berpikirnya dari umum ke khusus dimana penempatan kalimat topiknya selalu diawal.
2. paragraf induksi
Paragraf yang pengembangannya dimulai dari pemaparan bagian-bagian kecil hingga sampai kepada suatu kesimpulan yang bersipat umum dengan kata lain kalimat topiknya selalu diakhir paragraph.
3. paragraph campuran
Paragraf campuran ialah paragraf yang kalimat topiknya berada ditengah-tengah paragraf yang melalui transisi terlebih dahulu..
4.paragraf perbandingan
Paragraf yang pengembangannya dengan cara membanding-bandingkan kalimat topik,
5.paragraf pertanyaan
Paragraph dimana topik utamanya adalah kalimat Tanya dan kalimat-kalimat pengembangannya mengacu pada pertanyaan-pertanyaan atau kalimat –kalimat pengembangannya merupakan jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut
6.paragraf pertanyaan
Paragraf yang topik utamanya berada pada kalimat Tanya dan kalimat pengembangannya mengacu pada pertanyaan tersebut.
7.paragraf deskriptif
Paragraf yang topiknya tidak tersurat seperti paragraph-paragraf yang lain.kalimat topic paragraf ini tersirat pada semua kalimat-kalimat pengembang.kita dapat mengetahui kalimat topic setelah selesia membaca paragraf.karena topic paragraph ini merupakan simpulan dari semu paparan dalam paragraf.

المفرد وامثنى والجمع


.

Isim adalah kata yang digunakan untuk nama seseorang atau pun nama-nama lain.
Isim dibagi menjadi 3 bagian dalam adalah sebagai berikut :
 Isim mufrad
 Isim mutsanna
 Isim jama
فاماالضمة فتكون علامة للرفع في اربعة مواضع في الاسم المفرد وجمع تكسير وجمع المونث السالم والفعل المضارع الذى لم يتصل باخره شيئ
Artinya: dlamah menjadi alamat irab rafa’ itu berada pada empat tempat, yaitu isim mufrad, jama taksir jama muannats salim dan fiil mudhari yang pada akhir kalimatnya tidak dimasuki salah satu alif tasniyah, wawu jama , ya mu’annats mukhatabah.
1. Isim mufrad(مفرد) adalah kata tunggal baik laki-kaki atau pun perempuan dan bukan mulhak jama’ atau mulhak tasniyah dan bukan asma’ khamsah.
مرفوع ditandai dengan dhamah atau dhamahtain contohnya:
كتىاب atau الكتىاب : buku
بيت atau الببت : Rumah
منصوب ditandai dengan fathah atau fathahtain contoh:
كتابا atau الكتىابا : Buku
بيتىا atau البيت : Rumah
مجرور ditandai dengan kasrah atau kasrahtain contoh:
كتىاب atau الكتىاب
بيت atau البيت
Isim mufrad dalam penerapannya kalimat:
Dalam keadaan marfu’ :الكتىباجديد : kitab ini baru
Dalam keadaan manshub : اشتريت كتابىا جديدا: aku telah membeli kitab baru
Dalam keadaan majrur : استفدت من الكتىاب الجديد : aku telah mendapatkan faedah dari kitab baru

2. Isim mutsanna (مثنى) adalah kata yang menunjukan dua, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara menambahkan kata ا, نtatkala dibaca rafa’dan ي, نtatkala dibaca nasab dan jar
Dan tidak boleh di atafkan sesama lafadznya, tetapi bias ditajrid (dipisah-pisah)
Perubahan pada mudzakar: Bentuk mufradnya كتابىان jika ditambah alif dan nun akan menjadi كتابىان dan jika ditambah ya dan nun maka menjadi كتىابين
Perubahan pada muannats: Bentuk mufradnya كراسىه jika ditambah alif dan nun menjadi كراسىتان dan jika ditambah ya dan nun akan menjadi كراسىتين.
Keadaan isim mutsanna dalam penerapannya pada kata:
مرفوع (ditandai dengan alif dan nun)
Contoh: كتابىان : Dua kitab
مجرور (ditandai dengan ya dan nun)
Contoh: كتىابين :Dua kitab, كراسىتين: Dua buku tulis
منصوب (ditandai denganya dan nun)
Contoh: كتىابين :Dua kitab, كراسىتين: Dua buku tulis
Isim mutsanna dalam penerapannya kalimat:
Dalam keadaan marfu’,contoh: الكتابىان مفيىدين: dua kitab itu bermanfaat
Dalam keadaan manshub, contoh: قىرات كتىابين مفيىدين: aku telah membaca dua kitab yang bermanfaat
Dalam keadaan majrur, contoh: الغىلاف لكتىابين جديىدين


3. Isim jama (جمع) adalah kata yang menunjukan lebih dari dua baik laki-laki maupun perempuan
Isim jama dibagi menjadi tiga bagian diantaranya sebagai berikut :
 Jama mudzakar salim
 Jama muannats salim
 Jama taksir
• Jama mudzakar salim (جمع مذكر سالم) adalah isim yang menunjukan lebih dari dua untuk jenis laki-laki dengan cara menambahkan ي ن dan و ن
diujung kata dengan tidak menambahkan bentuk tunggalnya.
Keadaan mudzakar salim dalam penerapannya pada kata:
مرفوع (ditandai dengan wau dan nun)
Contoh: مسىلمين
منصوب (ditandai dengan ya dan nun)
contoh: مسىلمين
مجرور (ditandai dengan ya dan nun)
contoh: مسىلمين
Jama mudzakar salim dalam penerapan kalimat:
Dalam keadaan marfu’: المؤمنىون خاشىعون: orang-orang mu’min yang takut/khusyu
Dalam keadaan manshub: رايت المىؤمنين خاشىعين: saya melihat orang-orang mu’min yang takut
Dalam keadaan majrur: اجلىس مع المىؤمنين خاشىعين: aku duduk dengan orang-orang mu’min yang takut.
• Jama muannats salim (جمع مؤنث سالم) adalah isim yang menunjukan lebih dari dua untuk jenis muannats dengan menambahkan ت ا Di ujung kata tunggal
Keadaan jama muannats salim dalam penerapannya pada kata:
مرفوع (ditandai dengan dhammah atau dhammatain )
contoh: مؤمنىات : wanita-wanita mu’minah
منصوب (ditandai dengan kasrah atau kasratain).
contoh: مؤمنىات : wanita-wanita mu’minah
مجرور (ditandai dengan kasrah atau kasratain)
Contoh :مؤمنىات
Jama’ muannats salim dalam penerapan kalimat
Dalam keadaan marfu’, contoh: المؤمنىات خاشىعات: Wanita-wanita mu’min yang takut.
Dalam keadaan manshub, contoh: عىدب الله المشىركات: allah mengadzab wanita-wanita yang musyrik.
Dalam keadaan majrur, contoh: تلىك غرفه المسىلمات: itu adalah ruangan untuk wanita-wanita muslimah

• Jama taksir (جمع تكسير) adalah isim yang menunjukan lebih dari dua untuk laki-laki maupun perempuan dengan merubah bentuk tunggalnya (semua tidak beraturan).
Keadaan jama’ taksir dalam penerapan pada kata:
مرفوع (ditandai dengan dhammah atau dhammatain)
Contoh: ابىواب dan الابواب
منصوب (ditandai dengan fathah atau fathatain)
Contoh: ابوابا dan الابواب
مجرور (ditandai dengan kasrah atau kasratain)
Contoh: ابواب dan الابواب
Jama’ taksir dalam penerapan kalimat
Dalam keadaan marfu’, contoh: هذه الابواب للمدؤسه
Dalam keadaan manshub, contoh: اشتريت ابوابا للمدرسه
Dalam keadaan majrur, contoh:خرج المدرسه من ابواب المدرسه

Kesimpulan
Isim dibagi menjadi tiga bagian yaitu isim mufrad, isim mutsanna, dan isim jama’
Dari ketiga isim tersebut isim jama’ dibagi kembali menjadi tiga macam yaitu jama’ mudzakar salim, jama’ muannats salim dan jama’ taksir.
Isim jama menujukan makna lebih dari dua baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Isim mutsanna atau tasniyah yaitu isim yang dilafazkan yang menujukan makna dua dan dengan cara menambahkan alif, nun apabila rafa’ ya dan nun apabila dibaca nasab dan jar.
Sedangkan isim mufrad kata yang menunjukan tunggal baik untuk jenis laki-laki maupun perempuan.

Metodologi islam


.

A. KEBUDAYAAN: PENGERTIAN, UNSUR, DAN FUNGSI
Dalam literature antropologi terdapat tiga istilah yang boleh jadi semakna dengan kebudayaan. Term kultur berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata culture (kata kerja colo, colere). Arti kultur adalah memelihara, mengerjakan, atau mengelola. kebudayaan kemudian dimaknai sebagai daya dan kegiatan manusia untuk mengelola dan mengubah alam.
Istilah yang kedua adalah sivilisasi. Sivilisasi berasal dari kata latin yaitu civis yang artinya adalah warga Negara (civitas = Negara kota dan civilitas = kewarganegaraan). Oleh karena itu S. Takdir Alisyahbana (1986 : 206)menjelaskan bahwa sivilisasi berhubungan dengan kehidupan kota yang lebih progresif dan lebih halus. Dalam bahsa Indonesia peradaban dianggap sepadan dengan kata civilization.
Adapun pengertian kebudayaan menurut S. Takdir Alisyahbana (1986:207-8).
1. Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda dari segala percakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Kebudayaan adalah warisan social atau tradisi
3. Kebudayaan adalah cara, aturan, dan jalan hidup manusia.
4. Kebudayaan adalah penyesuaian manusia tehadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan persoalan.
5. Kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia
6. Kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.
Parsudi Suparlan menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian aturan-aturan, pertunjukan, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdsiri atas serangkaian model-model kognitif yang dimiliki manusia, dan yang digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya.
Rasa yang meliputi jiwa manusia merupakan wujud dari segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai social yang perlu untuk mengatur maslah-masalah masyarakat. Agama, ideologi, kebatinan, dan kesenian merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.cipta bias berbentuk teori murni dan juga bias telah disusun sehingga juga dapat langsung diamalkan oleh masyrakat. Rasa dan cinta dinamakan pula sebagai kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture).
Counter culture tidak selalu harus diberi arti negative, karena aadanya gejala tersebut dapat dijadikan petunjuk bahwa kebudayaan induk diangap kurang dapat menyerasikan diri dengan perkembangan kebutuhan. Demikianlah definisi dan tingkatan kebudayaan.
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri atas unsur-unsur besar dan unsure-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Unsur-unsur kebudayaan dalam pandangan Malinowski adalah sebagai berikut.
1. System norma yang memungkinkan terjadinya kerja sama antara para anggota masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama).
4. Organisasi kekuatan.
Cultural universals tersebut dapat dijabarkan lagi kedalam unsure-unsur yang lebih kecil Ralph Linton menyebutkannya cultural activity. Umpamanya, cultural universals pencaharian hidup ekonomi, antara lain mencakup kegiatan pertanian, peternakan, system produksi dan system distribusi. Kegiatan kebudayaan pertanian dapat menjadi unsure yang lebih kecil yang disebut traitcomplex. Traitcomplex dalam pertanian misalnya, meliputi unsurr irigasi, system pengelolaan tanah denga bajak dan system hak milik tanah.
Kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, berbagai kekuatan yang dihadapi manusia seperti kekuatan alam dan kekuatan-kekuatan lainnya tidak selalu baik baginya. Hasil masyarakat melahirkan tekhnologi atau
Kebudayaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat. Unsur-unsur dalam tekhnologi yaitu:
1. Alat-alat produktif
2. Senjata
3. Wadah
4. Makanan dan minuman
5. Pakaian dan perhiasan
6. Tempat berlindung dan perumahan
7. Alat-alat transpormasi
Dalam melindungi dirinya, manusia menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang cara bertindak dan berlaku dalam pergaulan hidup. Bagaimana pun hidupnya manusia akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan pribadi biasanya dijadikan kebiasaan yang teratur oleh sesorang, kemudian dijadikan dasar hubungan antara orang-orang tertentu sehingga tingkah laku atau tindakan masing-masing dapat diatur dan itu semuanya menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat dinamakan adat istiadat. Adat istiadat yang mempunyai akibat hukum disebut hukum adat.



B. KELAHIRAN ISLAM DAN SENTUHAN BUDAYA ARAB-PRA ARAB
Bangsa arab-pra islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografisnya yang strategis membuat islam yang diturunkan di Arab mudah tersebar keberbagai wilayah, di samping didorong cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan oleh umat muslim.
Adapun cirri-ciri utama tatanan Arab-pra Islam adalah sebagai berikut:
1. Mereka menganut paham kesukuan
2. Memiliki tata social politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas, factor keturunan lebih penting dari kemampuan.
3. Mengenal hierarki social yang kuat.
4. Kedudukan perempuan cenderung dibawah.
Pada masa pra Islam di Makah sudah terdapat jabatan-jabatan penting yang dipegang oleh Qushayy bin Qilab pada pertengahan abad V M. dalam rangka memelihara kabah. Dari segi akidah bangsa Arab Pra Islam percaya pada Allah sebagai pencipta. Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah samawiyah yang dikembangkan dan disebarkan dijazirah Arab , terutama risalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Kemudian bangsa Arab Pra Islam melakukan transformasi dari sudut islam yang dibawa Muhammad disebut penyimpangan agama sehingga mereka menjadikan berhala, pepohonan, binatang, dan jin sebagai penyerta Allah (Q.S. al-An’am : 100). Demi kepentingan ibadah, bangsa Arab Pra Islam membuat 360 buah berhala disekitar kabah karena setiap kabilah memiliki berhala (Mushthafa Said al-Khinn, 1984:15-6). Mereka pada umumnya tidak percaya pada hari kiamat dan tidak pula percaya pada kebangkitan setelah kematian.
Di lihat dari sumber hukum yang digunakan bangsa Arab Pra Islam bersumber pada adat istiadat. Dalam bidang muamallah diantara kebiasaan mereka adalah dibolehkannya transaksi mubadallah (barter), jual beli, kerja sama pertanian dan riba disamping itu dikalangan mereka juga terdapat jual beli yang bersifat spekulatif seperti bai’al-munabadzah.
Di antara ketentuan hukum keluarga Arab Pra Islam adalh dibolehkannya berpoligami dengan perempuan dengan jumlah tidak terbatas serta anak kecil dan perempuan tidak dapat menerima harta pusaka atau harta peninggalan.
KESIMPULAN
Dalam peradaban Arab Pra Islam sangatlah jelas bahwa hukum yang berlaku hanyalah adat istiadat dan itu hanyalah merugikan salah satu pihak saja, namun hanya sebagian kecil saja yang masih menggunakan akidah monotheism yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim.
Di dalam perdaban Arab Pra islam mereka mempercayai bahwa berhala, pohon, binatang dan jin adalah penyerta Allah dan mereka meyakini dengan beribadah kepada berhala-berhala tersebut sama saja dengan beribadah kepada Allah. Dan mereka tidak mempercayai hari akhir dan pula tidak mempercayai kebangkitan setelah mati arena mereka beranggapan bahwa hidup itu hanya sekali saja maka dari itu hidup janganlah disia-siakan.
Namun setelah islam hadir kaum wanita derajatnya ditinggikan dan hukum adat pun dihilangkan dan diganti dengan hukum Allah yang dimana hukum Allah ini mementingkan persamaan derjat baik kaum miskin maupun kayabyang membedakan hanyalah amalnya saja.